Mengapa Pemprov Ubah Strategi Pengentasan Kemiskinan?
Oleh: Dr. H. Umar Said., SH., MM. (Ketua STIE AMM Mataram)
Membaca harian umum Suara NTB tanggal 24 Juli 2017 yang lalu, kami menjadi ingat dengan berbagai macam metode dan cara yang pernah dilakukan oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Seperti halnya yang terakhir dilakukan secara nasional melalui PNPM Mandiri Perdesaan, P2K, PPK dan sebagainya. Tetapi nampaknya masalah kemiskinan ini belum dinyatakan tuntas. Harus kita sadari bahwa kemiskinan di Indonesia termasuk Provinsi NTB merupakan warisan yang harus kita terima oleh penduduknya. Oleh sebabnya pemerintah dari awal berbicara mengenai bagaimana mengatasi kemiskinan dengan cara membangun koperasi. Koperasi yang dibangun tersebut dimaksudkan untuk dapat membuat pemerataan pendapatan yang akhirnya akan megikis kemiskinan di perdesaan.
Hal ini dianggap cukup menjanjikan, sehingga koperasi dianggap sokoguru dan kitapun mengenal pula bahwa Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi. Pada tahun 1965 Koperasi berada pada tingkat kejayaannya, sehingga banyak didirikan Akademi Koperasi (AKOB) yang merupakan sekolah Sarjana Muda Koperasi, tetapi nampaknya dari waktu ke waktu mengalami pasang surut yang pada akhirnya meninggalkan beberapa permasalahan harta benda pemerintah yang dipergunakan sebagai prasarana koperasi seperti kios, pertokoan, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi masalah hukum yang harus ditangani oleh pihak berwajib.
Kalau saja masyarakat menyadari dan koperasi berjalan sesuai dengan visi pemerintah, tentu akan berdampak besar bagi anggota dan masyarakat di sekitarnya. Oleh karenanya diperlukan suatu inventarisasi tentang kekayaan pemerintah yang diperuntukan pemakaiannya oleh koperasi. Sehingga koperasi tidaklah sia-sia sebagai media untuk mengikis kemiskinan di negara kita ini.
Saat ini Pemprov mencoba mengubah strategi. Untuk itu perlu diingat bahwa menghapus kemiskinan di tiap desa tidak akan tuntas dengan sekali memberikan bantuan apakah sebagai modal atau biaya hidup. Hal tersebut bahkan akan menimbulkan kesenjangan dan kesan kurang baik kepada mereka yang hanya menerima bantuan sebagai orang miskin. Sebab kemiskinan yang berlarut-larut akan melahirkan keluarga miskin yang lebih besar, dan perlu dicatat bahwa perkembangan kemiskinan akan berkembang menurut perkembangan pembangunan yang begitu pesat.
Hal terpenting yang didapat dari masalah kemiskinan adalah perumusan secara sederhana dan fokus yang akan memudahkan dalam melakukan analisa atau hubungan sebab-akibat, guna diperoleh ketepatan yang dilakukan dengan cermat. Demikian juga infrastruktur tidak tersedia secara kuantitatif serta tidak tersedianya orang yang menggerakkan mereka sepanjang waktu.
Untuk itu mungkin perlu dibentuk koperasi miskin desa yang anggota-anggotanya dari kalangan orang miskin, sehingga orang-orang miskin berada dalam wadah koperasi. Hal ini tentu akan menjadikan lebih mudah bagi pemerintah dalam membina serta memberikan bantuan. Selain itu pemerintahpun dapat mengukur tingkat keberhasilan bantuan yang setiap tahunnya membebani APBD Provinsi.
Tentu akan meyakinkan dengan azas koperasi yang ada berdasarkan undang-undang yang berlaku maka kemiskinan dapat lebih diorganisir. Selain perlu memperhatikan mengenai syarat berdirinya koperasi dan syarat-syarat anggota, mari kita mencari sistem yang bersifat kreatif, sehingga dengan sistem tersebut tampak perubahan masyarakat yang tadinya miskin telah berubah atau tidak, jadi untuk mengetahuinya lebih mudah, sehingga bantuan dari dinas-dinas terkait yang ada di provinsi akan lebih jelas arah pemberiannya kepada kaum miskin.
Tentu harapan kita mengenai refleksi kemiskinan yang kita harapkan, bahwa masyarakat memahami dan mengenali berbagai infrastruktur yang dibutuhkan sebagai kaum miskin. Disamping itu akan tumbuh suatu kesadaran untuk membangun dan memelihara infrastruktur yang ada. Bagi masyarakat miskin tentu akan memanfaatkan dan memeliharanya bersama.
Untuk itu kami kira dalam mengentaskan kemiskinan tidak hanya dengan merubah strategi saja, Sebab ketentuan mengenai kemiskinan selalu beranjak dari desa dan kota. Sehingga yang perlu diubah adalah metodenya. Kalau sebelumnya mungkin dengan membuat kelompok-kelompok usaha dengan dana bergulir atau pemberian bantuan saja. Namun melalui koperasi miskin yang merupakan usaha kaum miskin bersama serta badan hukum yang bersifat jangka panjang diharapkan anggota koperasi miskin tidak melahirkan keturunan miskin lagi, tetapi sebaliknya akan menuju pada perubahan hidup yang mampu lepas dari kemiskinan. Pada akhinya mereka menjadi mampu untuk memiliki hidup yang layak serta mampu membayar kewajibannya sebagai anggota masyarakat yang sadar akan kewajibannya dalam membayar pajak.
STIE AMM Mataram telah dan akan mencoba melalui Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di wilayah Lombok Barat untuk mengidentifikasi berbagai sumber pendapatan masyarakat, kelompok-kelompok miskin, serta potensi-potensi yang ada di desa yang selanjutnya akan didiskusikan bersama masyarakat dan pejabat setempat. Sebab dari beberapa kali KKL yang dilakukan oleh STIE AMM Mataram, telah benyak mencatat keluarga miskin yang terlambat penanganannya karena tersebar dan terpisah sehingga akan lebih tepat kalau ada koperasi miskin yang mengikat mereka dalam bentuk badan hukum formal sehingga mudah untuk membinanya.