Membangun Lombok Barat Harus dengan Motto “Patut, Patuh, Patju.”
Oleh: Dr. H. Umar Said, SH., MM. (Ketua STIE AMM Mataram)
Kabupaten Lombok Barat yang dahulunya merupakan salah satu dari tiga Kabupaten di Pulau Lombok, berdiri berdasarkan Undang-undang No. 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 No. 122, Tambahan Lembaran Negara No. 1655). Namun dengan perkembangan pembangunan yang dinamis, Lombok Barat melahirkan dua Kabupaten yang masing-masing meliputi Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Utara, sehingga luas wilayah dan jumlah penduduk dalam statistik tentu telah berubah dan berkurang.
Sebelum melahirkan dua pemerintahan, Lombok-Barat telah menetapkan jati dirinya yang diangkat dari kehidupan masyarakatnya sehari-hari, baik dari segi agama, kebudayaan dan juga adat-istiadatnya. Hal tersebut menjadikan suatu motto atau kesimpulan dari segala yang melatar belakanginya yang disebut Patuh, Patut, Patju. Motto ini telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Lombok Barat dengan Perda No.3 Tahun 1970 yang disetujui dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. Pemda 10/36/2.247 tanggal 16 Desember 1972, sehingga Lambang terpampang di kantor Bupati Lombok Barat di Giri Menang-Gerung. Hal ini juga tampak pada pakaian yang dikenakan oleh para karyawan Lombok Barat.
Hal ini tentunya sangat membanggakan bagi masyarakat Lombok Barat yang telah memiliki falsafah pembangunan Patut, Patuh, Patju. Sebab jika dilihat dari segi arti bahwa Patut artinya adalah baik, terpuji, dan hal yang tidak berlebihan. Patuh artinya rukun, taat, damai, toleransi saling menghargai. Patju artinya rajin, giat, tidak mengenal putus asa. Oleh Pemerintah Daerah Lombok Barat, motto ini dijadikan sebagai falsafah pembangunan dan merupakan pedoman pembangunan Lombok Barat. Motto Patuh, Patut, Patju ini tidak diwariskan kepada anaknya yang telah dilahirkan yaitu kota Mataram dan Lombok Utara.
Melihat keampuhan motto Patut, Patuh, Patju pada masa pemerintahan yang masih tersentralisasi di daerah seluruh Indonesia, motto ini telah banyak melahirkan ide-ide pembangunan. Seperti halnya gerakan kebersihan, gerakan melawan maling dan sebagainya. Bahkan gerakan kebersihan yang dikenal dengan gerakan jumat bersihpun telah diadopsi oleh Pemerintah Pusat Jakarta yang menjadi Gerakan Jumat Bersih Nasional.
Walaupun pada saat itu semua kreatifitas atau ide harus mengacu pada ketentuan pusat, tetapi justru motto Patut, patuh, Patju tumbuh dan berakar pada masyarakat di Lombok Barat. Tetapi pada saat ini Pemerintah Daerah telah diberikan hak otonom, sehingga pemerintahan tidak lagi bersifat sentralisasi tetapi desentralisasi, dengannya maka kreatifitas pemerintah akan berkembang sesuai dengan kemampuannya.
Aspek yang terdapat pada motto patut, patuh, patju ini adalah merupakan suatu kebiasaan, adat istiadat warga Lombok Barat utamanya suku sasak, yang setiap hari di Jumat pagi selalu melakukan pembersihan rumah tangganya serta alat-alat sholat Jumatnya. Apabila ditanyakan kepada mereka, tentu jawabnya adalah kebiasaan Papuk-Balok kami (Kebiasaan nenek moyang kami).
Aspek-aspek kebudayaan atau adat istiadat inilah yang mengkristal lalu dibahasakan dengan bahasa sasak dengan motto patut, patuh, patju dan motto ini dipertahankan sampai sekarang sebagai acuan dan landasan pembangunan Lombok Barat yang sekaligus merupakan falsafah pembangunan Lombok Barat yang tidak lekang dipanasi dan tidak lapuk dihujani sehingga sungguh berbahagialah masyarakat Lombok Barat yang telah memilikinya.
Terkait dengan hal ini, para mahasiswa STIE AMM Mataram akan belajar mengenai keberhasilan pemerintah dan masyarakat Lombok Barat mengembangkan pembangunannya berlandaskan motto Patut, Patuh, Patju dengan cara menurunkan mereka di lapangan dalam rangka program Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Sebanyak 286 mahasiswa rencananya akan memulai program KKL ini di pertengahan bulan Agustus 2017. Adapun lokasi KKL para mahasiswa STIE AMM Mataram terdiri dari 11 Desa dan tiga Kelurahan yang meliputi: Desa Beleke, Babussalam, Dasan Tapen, Banyu Urip, Kebun Ayu, Gapuk, Tempos, Suka Makmur, Mesanggok, Giri Tembesi, dan Taman Ayu serta Kelurahan Dasan Geres, Gerung Utara dan Gerung Selatan.
Diharapakan kelak setelah mereka menyelesaikan studinya di STIE AMM Mataram, mereka akan dapat mencontoh atau paling tidak membandingkan apa yang dialaminya ketika menjalankan kuliah kerja lapangan di desa-desa yang berada di Lombok Barat. Sebab segala materi yang diterima di bangku kuliah nantinya akan dibandingkan dengan keadaan nyata yang ada di lapangan, yang pada akhirnya para mahasiswa dapat menyimpulkan akan kebenaran dari hal-hal yang bersifat teoritis. (Bersambung)