Janji Calon Gubernur Terpilih Membelajarkan 1.000 Mahasiswa NTB

(Oleh: Dr. H. Umar Said – Ketua STIE AMM Mataram)

 

Dalam pertemuan seluruh lembaga Pendidikan Tinggi Swasta (PTS) se-NTB yang dikoordinasi oleh APTISI Wilayah VIII B dengan calon gubernur terpililh, Dr. Zulkieflimansyah di Universitas 45 Mataram (1/8) yang lalu, telah terungkap bahwa terdapat beberapa hal yang dimaklumi oleh Bapak Gubernur bahwa pada umumnya PTS yang ada di NTB masih hidup dari dana SPP mahasiswa, dikarenakan yayasan sebagai badan hukum penyelenggara belum dapat memberikan air susu kepada lembaga pendidikan yang ada. Bahkan sebaliknya, justru yayasan yang menyusu pada lembaga pendidikan. Hal aneh inilah yang dirasakan sehingga menimbulkan keprihatinan bagi lembaga pendidikan tinggi tersebut.

Kalau saja kita cermati keluaran dari PTN dan PTS yang begitu banyak setiap tahunnya, nampaknya belum banyak dari mereka yang dapat menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Karena pada umumnya lulusan perguruan tinggi selalu mengharapkan lapangan pekerjaan pada pemerintah yang sangat terbatas, maka kita sadari bahwa Perguruan Tinggi yang ada di NTB belum bisa menjawab kebutuhan masyarakat di daerah karena disiplin ilmu yang ada diberikan hanya bersifat klasikal serta menyangkut ilmu sosial budaya. Sedangkan kebutuhan yang sangat mendasar adalah ilmu untuk mengungkap dan mengelola kekayaan alam NTB.

Untuk itu, jangan heran kalau hasil bumi dan tambang NTB masih dikuasai oleh orang-orang asing dikarenakan ilmu yang belum kita miliki. Kemampuan untuk berilmu tersebut sedang kita kejar tetapi hambatan yang menghantui masyarakat masih besar, yaitu tingkat kemiskinan. Kita lihat saja setiap daerah dan provinsi NTB selalu menganggarkan dana di dalam APBD-nya. Dari tahun ke tahun tiada putusnya biaya untuk menanggulangi kemiskinan ini. Beberapa metode telah dilakukan namun kemiskinan belum juga kunjung selesai. Nampakya kemiskinan ini mengikuti perkembangan pembangunan sehingga selalu menyita perhatian.

Dalam temu kenal pimpinan PTS dengan calon gubernur terpilih, Dr. Zulkieflimansyah, telah dikemukakan jawaban dari pada tantangan kemiskinan. Penyebabnya tiada lain adalah pendidikan yang dibutuhkan atau sesuai dengan kebutuhan wilayah NTB. Secara tidak langsung beliau menjelaskan bahwa tanpa pendidikan, maka kemiskinan di suatu daerah tidak akan tuntas. Oleh karena itu beliau mencanangkan program 1.000 mahasiswa NTB yang nantinya akan di tugas-belajarkan ke berbagai negara di luar negeri.

Hal ini tentu disambut gembira oleh seluruh Pimpinan PTS di bawah koordinasi APTISI Wilayah VIII B – NTB. Adanya program pembelajaran para mahasiswa PTS ke luar negeri dalam rangka mencari ilmu, maka harapan dari permasalahan kemiskinan akan terjawab, mengingat kemiskinan terjadi karena terkait dengan kebodohan.

Tantangan ini harus ditangkap oleh APTISI Wilayah VIII B, tidak boleh diam dan hanya sekedar membuat euforia. PTS di NTB menuntut agar asosiasi ini harus bergerak dan memiliki peran. Sebab apa yang menjadi pertanyaan pada pertemuan tersebut adalah mengenai masalah pengalokasian dana untuk Pendidikan di NTB dari APBD yang besarnya 20% setiap tahun namun masih belum memadai, sehingga Bapak Calon Gubernur terpilih memberikan opsi alternatif. Berdasarkan pengalaman beliau membina Universitas Sumbawa, untuk mendapatkan bantuan dana lainnya yaitu dengan cara  pendekatan pribadi kepada para stakeholders seperti pihak swasta dan perusahaan lainnya.

Untuk itu dengan program belajar ke luar negeri dengan jumlah mahasiswa yang banyak, tentu manfaatnya akan besar terutama bagi kehidupan masyarakat NTB. Metode pembelajaran berkelompok ke luar negeri seperti yang dimaksud oleh beliau ini telah banyak dipakai oleh negara lain seperti halnya negara Singapura sewaktu dipimpin oleh Presiden Lee Kwan Yew yang telah membelajarkan staf dan dosennya dengan jumlah yang besar sehingga setelah selesai belajar di luar negeri, keseluruhan mereka sebagai tim dipekerjakan dengan kemampuan ilmu dan pengetahuan yang sama, sehingga negaranya maupun pendidikannya menjadi nomor wahid di ASEAN. Hal ini dikenal juga dengan metode “Lee Kwan Yew” dengan pemerintahannya yang anti korupsi, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Oleh karenanya sudah tentu harapan masyarakat adalah agar mereka para keluaran PTS di NTB tidak menjadi pengangguran yang akan menjadi beban. Bayangkan lulusan 54 PTS dan 2 PTN setiap tahun dan tidak segera berbuat berdasarkan pengetahuan yang diperoleh pada masa belajarnya – (dikatakan mereka dapat berpikir ilmiah), apabila para sarjana menganggur tersebut berkumpul dan membuat suatu ikatan maka berapa besar jumlah anggotanya setiap tahun? Kalau mereka berpikir dan bertindak positif tentu akan disanjung oleh pemerintah, tetapi sebaliknya apabila kelompok tersebut berpikir dan bertindak negatif maka akan menjadi beban pemerintah, sehingga kumpulan sarjana menganggur tersebut belum dapat diharapkan untuk mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bahkan adanya kumpulan masyarakat ilmiah hidup di atas negara Indonesia.

Kembali mengedepankan harapan semua PTS bahwa dengan telah dilantiknya kepengurusan baru APTISI Wilayah VIII B, maka kini asosiasi harus mampu berpikir cemerlang. Sebab APTISI tidak hanya mengorganisasi lembaga pendidikan tinggi saja, namun sekaligus mengorganisasi badan penyelenggaranya (yayasan). Hal ini dikarenakan lembaga pendidikan tinggi dengan yayasan tidak bisa dipisahkan, mereka adalah satu jiwa. Dengan wawasan yang luas, cobalah buat suatu badan hukum usaha seperti Perseroan Terbatas (PT) dimana para pendirinya adalah kumpulan yayasan. Jadi yayasan berperan sebagai andilem (pemegang saham).

Coba kalau kita hitung bahwa yayasan atau PTS di NTB berjumlah 54 buah. Masing-masing menjadi andilem Rp 100.000.000,- maka modal yang telah terkumpul sebesar Rp 5.400.000.000,-. Dengan berdirinya badan hukum usaha (PT) ini maka diharapkan yayasan dapat meminta bagian usaha dari PT-nya Provinsi NTB, atau paling tidak sebagai PT Pemerintah. Sebab kita sayangkan kalau pemerintah mengambil lahan swasta dengan membentuk badan usaha swasta. Lahan yang disiapkan oleh undang-undang adalah BUMN atau BUMD, sedangkan Perseroan Terbatas (PT) merupakan lahan swasta. Tetapi tidak ada salahnya kalau PT yang dibentuk oleh APTISI dianggap sebagai kolega dan bukan sebagai kompetisi. Dengan demikian yayasan diharapkan dapat memberikan susu kepada lembaga pendidikannya.

Menurut kami sebaiknya Pemerintah Provinsi NTB berusaha melalui BUMN/BUMD. Karena apabila BUMN/BUMD dikelola dengan baik, maka ia harus menggunakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang akan meningkatkan produktifitas dan efisiensi usaha. Sebab efisiensi dan produktifitas sangat dibutuhkan dalam kapasitas global. Hal ini merupakan suatu jawaban dalam menghadapi kompetisi global yang sedang bergejolak di tengah situasi ekonomi keuangan yang tidak menentu atau dilanda turbulensi. Di samping itu juga sebagai panutan bagi usaha-usaha swasta masyarakat NTB. Oleh karena itu apabila seluruh BUMN/ BUMD melaksanakan atau menerapkan good corporate governance, maka sudah barang tentu langsung dapat membantu perekonomian negara.

Hal dimaksudkan bahwa sebelum Undang-undang No. 19 Tahun 2003 disahkan, Kementrian BUMN mengeluarkan keputusan Menteri BUMN No. Kep. 117/M-MBU/2002 tentang praktik Good Corporate Governance pada BUMN yaitu mewajibkan untuk menerapkan good corporate governance secara konsisten atau menyediakan good corporate governance sebagai landasan operasional. Hal ini dimaksudkan pula dalam pelaksanaan UU No. 19 tahun 2003 yang ditetapkan tanggal 19 Juni tahun 2003 yang telah menyematkan prinsip good corporate governance.

Dengan demikian Badan hukum perusahaan oleh masyarakat dan APTISI dapat berdiri. sebagai organisasi yayasan tentu yang akan memainkan perannya sebagai badan usaha untuk menghidupkan yayasan yang saat ini masih menyusu kepada lembaga pendidikan tinggi serta tentu akan mempengaruhi sarana dan prasarana anak didiknya di sekolah secara langsung.

Berhubungan dengan rencana tugas belajar para mahasiswa keluar negeri, sebelumnya STIE AMM Mataram telah lama memprogramkan hal tersebut. Program ini dilakukan dengan kerjasama antara dua perguruan tinggi di Malaysia yaitu Universiti Tun Abdul Razak (UNIRAZAK) dan Kolej-Universiti Politech Mara (KUPTM). Tetapi pada pelaksanaannya masih terdapat kendala dalam hal membelajarkan para mahasiswa ke Malaysia. Mereka harus mempersiapkan nilai TOEFL yang mencapai 550. Sehingga pada akhir tahun 2017 kami masih belum dapat mengirimkan mahasiswa kami. Maka saat ini kami sedang dalam tahap proses persiapan.

Tetapi berbeda menurut calon gubernur terpilih, masalah TOEFL tidaklah menjadi kendala. Untuk itu kami memberikan saran kepada APTISI Wilayah VIII B meminta kepada Bapak Gubernur terpilih di kemudian waktu perihal negara-negara mana saja yang tidak mensyaratkan masalah TOEFL tersebut. Sebab negara Malaysia sebagai pihak kerjasama yang telah kami jalin tidak bersedia menerima apabila tanpa disertai nilai standar TOEFL yang ditentukan (nilai sebesar 550).

Sekarang telah terasa, setelah berjalan kurang lebih dua tahun kerjasama kami dengan negara tetangga (Malaysia), maka tampak kekurangan pada lembaga pendidikan yang diasuh di Lombok ini. Hingga kami mendengar dari Menteri Keuangan RI dalam pidatonya bahwa kita harus mengejar 58 tahun ketertinggalan kita dengan negara maju.

Mendengar hal tersebut, apa yang dapat diperbuat oleh APTISI Wilayah VIII B? Apapun itu,  saya yakin dengan semangat Asosiasi di bawah pimpinan Ir. H. Lalu Darmawan Bakti, M.Sc., M.Kom, bahwa ukuran 58 tahun adalah terlalu lama. Inshaa Allah ketertinggalan dapat kita kejar dalam tempo satu dekade.

Aamiin.. aamiin.. aaminn.

BAGIKANShare on FacebookShare on Google+Tweet about this on Twitter